Diposkan pada Tanpa kategori

Bagaimana cara move on?

Cita – cita itu terkadang sebuah doktrinan orang tua terhadap anak. Tidak juga, kadang itu adalah keinginan yang terlontar begitu saja dalam sebuah obrolan, baik itu ketika melihat sesuatu yang menarik, unik atau sisi lain yang sekiranya pas dicerna. Tapi itu adalah masa kecil dengan segala kelucuan dan tidak tahu menahu tentang hal lain, tentang kekurangan dan kelebihan diri sendiri. Lain halnya dengan ketika kita beranjak dewasa seperti sekarang ini, selepas SD, SMP, ataupun SMA.

Dulu waktu SD, saya ditanya cita – cita ingin menjadi apa oleh guru saya, semua punya cita – cita, punya jawaban masing – masing. Cita – citaku? Dengan tiada niat mungkin untuk berbicara, dengan penuh tawa. Kenapa saya jawab cita – cita pengin jadi penyanyi? Mungkin memang dulu sering bernayanyi, pulang sekolah pasang microfon play lagu Doel Sumbang, dengan akurasi lagu slow agak cepat durasi sekitar 3 – 4 menitlah. Iya itu alasan logis kan? Se makin kesini, itu adalah sebuah intermezo saja dan nyatanya sekarang tak suka menyanyi kecuali kalau tengan sendiri. Malu sangat kalau disuruh menyanyi oleh siapapun, termasuk guru ketika SMA.

Benar saja, masa SMA adalah penentuan yang tak bisa  dipungkiri begiu saja, didiamkan begitu saja tanpa tujuan jelas. Masa penentuan  ingin jadi apa? Kita mau terjun kemana selepas itu? Pernah nggak terfikirkan? Atau dijalani begitu datar dan mengikuti arus teman? Haha manusiawi dech….

Waktu itu memang aku tak begitu mau pusing akan hal itu, ya harapanku satu saja, pengin jadi seorang Guru. Entah apa yang merubahku ke pilihan itu, serasa itu adalah panggilan jiwa. Seiring berjalannya waktu aku harap sih bisa konsisten dan menempuh pendidikan tinggi di Universitas. Tak ayal takdir memang berkata lain.

Terlalu panjang ieu cerita mereun nya,

Rezeki setiap manusia mungkin memang berbeda – beda satu sama lain yah, ya akhirnya memang tabk ada lolos salah satu PTN manapun, selain itu juga orang tua memang tidak mengizinkan untu melanjutkan ke pendidikan tinggi, ya dengan alasan asan memang tak ad biaya untuk kuliah. Otomatis memang harus banting stir, jiwa yang masih dilekati ikut arus, sama dengan yang lain memang tak sepenuhnya harus sama. Salah satu cara memang harus kerja ya kerja apapun itu pekerjaannya. Dengan kejenuhan dan kesibukan yang diharapkan mampu menghilangkan rasa inginku berkuliah memang tak sepenuhnya bertahan lam dan tetap konsisten di dunia kerja. Apalagi dengan gaji minimal dibawah 1 juta tahun 2014 selepas sekolah.

Dan sekarang memang waktu yang begitu berlainan. Saya masuk kerja dunia ticketing awal tahuin 2016, beda jalur dari apa yang saya harapkan dan saya tempuh. Masuk di kantor pusat sampai bulan Desember per tanggal 8. Dimutasi kerja ke kabupaten Sumedang tepatnya di Jatinangor, samping kampus kedinasan.

Sedih sebenarnya kerja disini, bukan sedih karena banyak kerjaan atau jauh dari siapapun. Ini kampus yang beberapa tahun terakhir hendak kumasuki, namun tidak diizinkan oleh sang ayah. Dengan banyak alasan memang yang kesannya pedas. Bagaimana hati tak gundah, bahkan sakit. Mengingatnya juga mungkin membuat dunia berubah 180 derajat. Hmm. Kampus yang memang dirasa, dan aku rasa cocok dengan harapan saya waktu itu, nyatanya memang harus pupus. Dan sekarang umur memang sudah tak masuk kualifikasi lagi, sedihkan? Masuk kampus lain? Tak berminat aku masuk kampus lain, aku masih konsisten bagaimana masuk ke kampus tersebut. Dengan reputasi yang baik di akhir2 ini, selain itu mungkin jaminan pekerjaan dengan menyandang status PNS. Sangat disayangkan memang sebenarnya bagi saya, tapi bagaimana lagi.

Baru sadar mungkin ketika saya membawa satu paraja teman semasa SMP, dan bercerita panjang lebar mengenai itu semua. Cuma bisa manggut – mnaggut saja? ahh sudahlah……

Mungkin paham bagaimana rasanya, dengan tiada derai tawa yang mampir, dengan menahan gelombang perasaan, menahan deru hati yang …..

Sekarang setiap hari hanya bisa memandangi mereka para praja yang berlalu lalang menenteng tas dengan balutan seragam yang semakin manjadikan gagah dan berwibawa.

Allahu akbar……..

Bagimana caranya move on?

Penulis:

Asal Kebumen, mencintai gadis Garut (h). Penyuka tahu isi dan pesekmu.

22 tanggapan untuk “Bagaimana cara move on?

      1. Mungkin belum rejekinya masuk situ.. atau sistem kn suka berubah2, jd kali aja setelah sistem berubah bisa masuk situ.. ada yg bilang terlalu realistis sama dgn meragukan kebesaran dn keajaiban Tuhan..

        Suka

      2. Jujur aja, aku gak paham maksud d balik batas usia maksimal itu utk apa.. apa lewat usia yg udah dtetapkan bakal menurun kinerja atau daya tariknya? Menurutku nggak juga.. banyak jg orang yg usianya bertambah makin berpassion dn makin menarik

        Suka

      3. Itu kan salah satu sekolah kedinasan mba, beda mgkin sma yg lainnya, apalagi itukan dibiayai negara, setaraf STIS, STAN mba,, saya setuju sih dgn pendapatmu itu

        Suka

      4. PT kedinasan emang jauh lebih berat syarat masuknya dbanding PTN.. PTN dn PTS skrg sama2 mahalnya, malah mahalan PTN yg konon sekolah rakyat.. udah gtu lulusan PTN jg susah dpt kerja krn kebanyakan gak bisa lepas dr idealisme dn prinsip, sehingga perusahaan akan menganggap lulusan PTN itu sombong dn pembangkang, tp gak smwa sih

        Suka

      5. Iya mba begitulah, kan sebagian besar lgsg masuk CPNS sih, sekolah dibiayai, lulus PNS, enak kan? Ya cma mgkin konsekuensinya siap ditempatkan seluruh wilayah NKRI,,. Skrng sih lebih diasah saja skill.nya mba, tpi setidaknya sih ilmu para mahasiswa nnti lebih bnyk dan luas dibanding yg smpai tingkat SLTA, mbanya kuliah dimana? Prody apa klo blh tau?

        Suka

      6. Waw, bgtu lulus lgsg jd PNS, itu sih seluruh rakyat indo bakalan gak nolak.. tes CPNS aja udah pusing.. aku dr sastra jepang ui, angkatan 2008-2014, molor krn kebanyakan ngegalau, hihihii..
        Klo dr segi kedewasaan aku bilang lulusan SMA banyak yg lbh dewasa pemikirannya dbanding lulusan univ.. dewasa menurutku yg gak neko2, memprioritaskan keluarga dn gak keminter.. lulusan univ, aplg PTN banyak yg jago orasi dan orientasinya lbh k luar, tp gak semua jg sih

        Disukai oleh 1 orang

      7. Iyah mba begitulah adanya, otak dAn daya pikir harus encer, cma nilai emg harus slalu ditingkatkan, minmal ya stabil, resikonya DO, wuihh keren donk mba sastra Jepang UI pula😎tpi sangat disayangkan itu lho melebihi waktunya, banyak pacaran yah? Hehe
        Tpi gk semuanya begitu ko lulusan PTN, yg bener” jauh dri itu jga bnyk kan, sekarang mba berkarir dimana?

        Suka

      8. Aku masih freelance ngajar jepang.. Cm ttp nyari kerjaan tetap sih..

        Hhahaha.. Krn ngerasa gak passion aja.. Niat pindah jurusan smpe mati2an belajar dn mengesampingkan kuliah, tp blm rejeki pindah.. Dn yaah, ada sedikit konflik asmara jg.. Lg pengen tak tulis sih d posting, cm msh ragu layak bagi apa ngga 😁

        Disukai oleh 1 orang

      9. Ya lumayan lah begitu jga, setidaknya tersalurkan dan brmanfaat buat org lain, ya mudah”an cepet dapet ya
        Lho ko pindah, emg dari awal tdk difikirkan matang” minta pndapat org tua atau lainya klo perlu, klo nggk sesuai passion atau yg nggk sesuai sma yg kita sukai itu gk nikmat, serasa ambyar bhkan tertekan gk bisa enjoy, dasar asamara yah,, tpi bagus lah coba ditulis saja dulu, pasti keren hehe

        Disukai oleh 1 orang

Tinggalkan komentar